Balikpapan adalah kota minyak yang sibuk di pesisir Kalimantan Timur, ternyata menyimpan lebih dari sekadar kilang dan hiruk-pikuk kota. Di sisi barat kota ini, terdapat sebuah bukit yang menjadi saksi bisu Perang Dunia II. Namanya Gunung Meriam. Salah satu tempat wisata sejarah Cagar Budaya Situs Meriam Jepang di Balikpapan yang diam-diam menyimpan aura mistis yang bikin bulu kuduk berdiri.
Sebagai anak asli Balikpapan, saya tumbuh besar di lingkungan tak jauh dari sana. Kecilan saya tinggalnya di daerah Kebun Sayur, Balikpapan Barat. Mainannya memang seperti Bolang (Bocah Bocah Petualang) yang kalau main seperti tidak kenal tempat. Dulu, saat masih SD, saya dan teman-teman sering bermain ke Gunung Meriam. Meriam-meriam tua peninggalan tentara Jepang yang mengarah ke Teluk Balikpapan jadi latar permainan perang-perangan kami. Tapi tak butuh waktu lama sampai kami mulai menyadari… tempat itu tidak sesederhana yang kami kira.
Situs Meriam Jepang: Saksi Perang Dunia II
Secara historis, situs Meriam Jepang di Gunung Meriam adalah lokasi strategis militer saat penjajahan Jepang. Dari atas bukit ini, tentara Jepang bisa memantau seluruh pergerakan kapal di Teluk Balikpapan. Tak heran, beberapa meriam besar masih tertanam di sana sebagai pengingat kelam akan perang yang pernah mengoyak bumi Kalimantan.
Saat ini, kawasan itu telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Balikpapan. Sayangnya, alih-alih menjadi destinasi wisata sejarah yang megah dan mendidik, situs ini terlihat tak terurus. Pemandangan meriam tua kini terusik oleh keberadaan bak penampungan air raksasa yang berdiri kikuk di tengah area, seolah menodai jejak sejarah yang berharga.
Kisah Mistis: Si Kecil Penghuni Bukit
Tapi Gunung Meriam bukan cuma soal sejarah. Ada sisi lain yang selama ini dibisikkan dari mulut ke mulut. Kisah misteri yang mengiringi jejak para penjajah dan arwah yang (katanya) tak pernah benar-benar pergi dari tempat itu.
Waktu itu ada sekumpulan anak-anak yang asyik bermain petak umpet saat sore hari. Matahari hampir tenggelam. Tiba-tiba salah satu anak menghilang.
“Aku terakhir lihat dia di dekat meriam yang besar itu,” ujar salah satu anak yang panik sambil menunjuk salah satu sudut bukit.
Teman-temannyapun mencarinya keliling lokasi meriam jepang tersebut. Berjam-jam tak ada hasil. Merekapun mulai takut, apalagi kata orang tua, waktu menjelang magrib itu waktu rawan. Waktu ketika makhluk dari dimensi lain mulai “bergeliat”.
Baru sekitar pukul sebelas malam, Anak tersebut ditemukan… duduk diam di bawah pohon besar, tak jauh dari lokasi mereka bermain.
Dia cuma bilang, “Aku diajak main sama teman baru. Dia kecil, tapi bisa lompat tinggi…” cerita salah satu warga yang ikut mencari saat malam itu.
Yang membuat merinding, tak satu pun dari anak-anak yang bermain bahkan warga yang ikut mencari tersebut melihat anak kecil lain di lokasi itu.
Konon katanya di daerah situ ada sebuah banker yang kalau ditelusuri akan mengarah ke banker yang terdapat di Asrama Bukit. Dan banker itu yang saat saya kecil selalu saya jauhi, karena memang auranya tidak nyaman. Tapi namanya juga anak-anak, ada aja yang kepala batu tidak bisa dikasih tahu.
Belum lagi cerita saat bermain bola di dekat Meriam Jepang tersebut, jumlah anak-anak yang bermain bola seolah-olah berubah-ubah. Seolah-olah ada pemain tambahan yang kasat mata ikut bermain bersama anak-anak. Dan itu kadang tidak disadari oleh anak-anak yang main. Kalaupun tersadar… permainan langsung berakhir. Semuanya pada main bubar aja berlarian ninggalin yang paling kecil. Kan kasihan yang paling kecil, bisanya lari mengejar yang lain sambil nangis.
Dialog Seram di Tengah Malam
Cerita makin menyeramkan ketika seorang warga, sebut saja namanya Pak Akbar, pernah bermalam di pos jaga dekat situs meriam. Ia ditugaskan untuk mengawasi material proyek pembangunan bak air.
“Malam itu saya dengar suara anak-anak ketawa,” ujarnya. “Padahal waktu saya cek jam, sudah hampir jam satu pagi.”
Saya sempat bertanya, “Pak Akbar yakin itu bukan suara anak-anak kampung?”
Beliau menggeleng sambil menatap kosong, “Kalau anak kampung, masa bisa lari-lari tanpa suara langkah? Dan satu lagi… suaranya bukan dari luar, tapi dari dalam pipa besi dekat meriam.”
Yang mendengar kisah itu langsung merinding, meskipun siang bolong.
Wisata Sejarah atau Wisata Mistis? Dua-duanya Bisa
Meskipun saat kita memasuki area Situs Meriam Jepang di Gunung Meriam suasananya cenderung seram, Gunung Meriam tetap layak dikunjungi. Bagi pecinta sejarah, tempat ini adalah bukti nyata penjajahan dan pertempuran di masa lampau. Tapi bagi pemburu pengalaman mistis, lokasi ini juga menyimpan cerita yang bisa bikin malam Anda tak tenang. Ingat ya… malam ini Anda tidak bisa tidur dengan tenang..
Sayangnya, keindahan alam dan nilai sejarah di Gunung Meriam belum dikembangkan maksimal. Infrastruktur minim, papan informasi terbatas, dan keberadaan bak penampungan air yang mencolok benar-benar mengganggu atmosfer historis yang seharusnya dipertahankan.
Saya pernah hunting foto di tempat ini. Sebenarnya pemandangan Teluk Balikpapan di sore hari terlihat sangat indah. Apalagi kalau kita bisa berdiri dari atas bak penampungan air. Tapi pemandangannya jadi kurang estetik karena terhalang dengan beberapa rumah warga yang agak menjulang tinggi juga. Belum lagi saat berada di atas bak penampungan air, kita akan mendengar suara air yang sedang mengisi bak. Ilusi kita akan terbawa kemana-mana, apalagi dengan berbagai cerita horor yang pernah beredar di masyarakat sekitar tentang seramnya Situs Cagar Budaya Meriam Jepang ini.

Tips Berkunjung ke Gunung Meriam Balikpapan
- Datanglah di pagi atau siang hari, jangan saat menjelang magrib jika tak siap mental.
- Pagi pengejar moment sunset dan night cityscape, datangnya mulai dari jam 17an aja. Tapi ingat ya, jangan sendiri dan banyak-banyak berdoa aja.
- Ajak pemandu lokal atau teman warga sekitar, terutama jika ingin mendengar langsung kisah-kisah mistis dari narasumber asli. Tapi sepertinya agak susah mencari narasumber asli. Karena yang asli pasti ada badaknya (eh… salah, maksudnya yang punya cerita asli sudah pada senior dan mungkin sudah banyak yang almarhum).
- Jangan merusak atau memindahkan benda apa pun dari situs, hormati tempat itu sebagai bagian dari sejarah dan budaya.
- Jangan lupa berdoa dan bersikap sopan saat berada di lokasi.

Refleksi: Tempat Bisa Tua, Tapi Energinya Tak Pernah Padam
Kadang sebuah tempat tak harus gelap atau sunyi untuk menyimpan cerita mengerikan. Gunung Meriam buktinya. Di siang yang terang pun, kita bisa merasakan hawa dingin aneh menyelimuti tempat itu. Apalagi jika datang dengan pikiran kosong, bisa-bisa… kita bukan cuma pulang dengan foto-foto, tapi juga membawa “teman” yang tak kasat mata.
Sebagai orang beriman, kita wajib percaya bahwa dunia ini tak hanya dihuni manusia. Di balik sejarah dan peninggalan, ada energi yang tak bisa diabaikan. Entah itu bekas pertumpahan darah, jeritan para korban perang, atau hanya… rasa rindu arwah penasaran yang tak pernah kembali ke asalnya.
Gunung Meriam bukan sekadar wisata sejarah. Ia adalah lembaran terbuka dari dua dunia: dunia nyata dan dunia yang tak kasat mata.
Sudah siap mengunjunginya? Tapi ingat… jangan datang sendirian.
Terima kasih telah mampir dan membaca tulisan ini. Kalau kamu suka tulisan-tulisan seperti ini, mampir juga ke blog saya di Kisah Mister Blog Bambang Herlandi – https://bambangherlandi.web.id/category/kisah-misteri/
Wassalaam,
Bambang Herlandi
Bloger Balikpapan