proses belajar di kelas atau di lab merupakan penentu utama kenaikan kelas peserta didik

“Bu, Aku ga naik kelas”

“Bu, aku ga naik kelas…”
Boom… !!!
Seolah bom nuklir meledak kembali mendengar kalimat tersebut. Hati orang tua mana yang tidak hancur mendengar berita kalau anaknya tidak naik kelas alias tinggal kelas.

Menjelang ujian kenaikan kelas bagi siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) ini biasanya orang tua mulai sibuk dengan meminta anaknya untuk belajar guna menghadapi ujian kenaikan kelas. Padahal proses belajar itu bukan saat menghadapi ujian kenaikan kelas saja.

Berkaitan dengan proses memutuskan seorang peserta didik atau siswa dinyatakan naik atau tinggal kelas bukanlah sesuatu yang mudah. Pihak sekolah sebenarnya hanya sebagai subjek yang bertugas menuliskan hasil proses belajar siswa. Sedangkan objeknya adalah peserta didik yang melakukan proses pembelajaran di sekolah.

Siswa SD, SMP, SMA vs Siswa SMK

Sebenarnya guru saat ini lebih banyak bertugas sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Keaktifan seorang peserta didik dalam proses pembelajaran sangatlah dituntut.

Di sekolah menengah kejuruan alias SMK, porsi pembelajaran keterampilan lebih besar dari pengetahuan, karena tujuan akhirnya peserta didik harus mampu menguasai kompetensi keahlian yang ditekuninya.

Sedangkan di SD, SMP dan SMA, porsi pembelajaran pengetahuan lebih besar dari keterampilan.

Ini sesungguhnya yang membedakan siswa SMA dengan SMK.

Jangan Ada Dusta di antara Kita

Di sini saya bercerita pengalaman bagaimana proses pembelajaran di SMK dan memutuskan seorang peserta didik naik atau tinggal kelas.

Yang bilang anak teknik alias anak STM itu susah di atur, sebenarnya kurang tepat. Karena sesungguhnya anak teknik itu pada dasarnya anak-anak yang kreatif dengan aktivitas yang tinggi namun sedikit bicara. Jadi kalau ada anak teknik yang banyak bacot, bisa jadi dia salah pilih jurusan.

Sebagai seorang guru yang kebetulan mengajar mata pelajaran produktif di kompetensi keahlian alias jurusan desain grafika menuntut saya harus kreatif juga dalam teknik mengajar. Bukan hanya menuntut siswa harus bisa menyelesaikan tugas yang kita berikan, tapi seorang guru juga harus bisa memberi contoh bagaimana teknik yang benar dalam menyelesaikan sebuah project alias tugas.

Peserta didik juga berhak mengetahui pola penilaian yang gurunya buat serta yang paling penting bagi siswa adalah keterbukaan tentang nilai. Mereka mau dan harus tahu berapa nilai yang didapat selama proses pembelajaran berlangsung di kelas. “Jangan ada dusta diantara kita.”

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru wajib hukumnya mengenal karakter peserta didiknya. Karena dengan mengenal karakter peserta didik maka kita dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap siswa yang bersangkutan.

Pada kasus-kasus tertentu, seorang guru juga harus bisa berkomunikasi dengan orang tua atau wali peserta didik. Karena sebenarnya, orang tua atau wali sangat merasa dihargai disaat guru mata pelajaran mau berkomunikasi lebih awal tentang apa yang terjadi di kelas dan sekolah.

Komunikasi dengan orang tua atau wali ini sangat penting, agar orang tua/wali siswa yang bersangkutan dapat memahami kondisi anaknya di kelas dan sekolah. Selain itu guru atau wali kelas juga dapat mengetahui kondisi siswa saat di rumah. Hal ini sangat membantu untuk mendapatkan solusi agar peserta didik dapat menyelesaikan proses pembelajaran di kelas tanpa membebani kegiatan keseharian di rumah atau sebaliknya.

Penyebab Peserta Didik Tidak Naik Kelas

Ada beberapa hal yang terkadang membuat peserta didik tidak naik kelas, antara lain:

  1. Sikap, hal pertama yang bisa membuat seorang peserta didik tidak naik kelas adalah sikap. Sikap di sini sebanarnya sikap yang sudah tidak bisa ditolerir lagi, seperti melakukan tindak kejahatan atau pidana.
  2. Kehadiran, hal kedua yang bisa membuat seorang peserta didik tidak naik kelas adalah masalah kehadiran. Kehadiran tanpa ijin yang melebihi batas tertentu dalam satu semester bisa dengan mutlak memutuskan peserta didik yang bersangkutan tidak naik kelas.
  3. Ketuntasan belajar, hal ketiga yang bisa membuat seorang peserta didik tidak naik kelas adalah nilai yang di bawah batas ketuntasan belajar. Masing-masing mata pelajaran memiliki kriteria ketuntasan minimal alias KKM. Dan KKM ini yang sering kali diabaikan oleh peserta didik yang “akan tidak naik kelas”.

Mengabaikan Ketuntasan Belajar

Bagi peserta didik yang sudah “berbakat” tidak naik kelas, biasanya sering kali mengabaikan ketuntasan belajar ini. Ketuntasan belajar bukan hanya pembelajaran pengetahuan tapi juga keterampilan. Kebiasaan mengabaikan membuat banyaknya mapel yang harus diselesaikan dalam satu tempo waktu yang sebenarnya bisa diselesaikan selama satu semester.

Belum lagi remidial dari mapel yang belum tuntas di semester sebelumnya. Pengalaman seperti ini yang sering membuat peserta didik yang “berbakat” tidak naik kelas akhirnya menyerah dan pasrah dengan banyaknya mapel yang belum tuntas.

Jadi naik atau tidaknya seorang peserta didik ke kelas atau ke tingkat berikutnya bukan tergantung dari like or dislike guru terhadap siswanya, tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya terutama proses pembelajaran peserta didik di kelas.

Saya sering sampaikan pesan ini di kelas, “Bagus atau tidaknya nilai yang kalian terima tergantung dari giatnya belajar dan usaha kalian. Saya cuma membantu menuliskan nilainya ke rapor.”

Semoga cerita di atas dapat memberikan pemahaman kepada para siswa dan orang tua/wali tentang bagaimana proses pembelajaran di kelas yang akhirnya menentukan naik atau tinggal kelasnya seorang peserta didik.

Mohon maaf apabila ada salah-salah kata
Terima kasih sudah mampir dan membaca tulisan ini

Wassalaam,
Bambang Herlandi